Purcepnews - Pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika (AU) yang memerangi gerilyawan muslim di Mogadishu, ibu kota Somalia, mengakui, Senin, sejumlah prajurit AU tanpa sengaja menembak mati seorang wartawan Malaysia pada bulan ini. Noramfaizul Mohd Nor tewas ketika pasukan penjaga perdamaian asal Burundi yang berpatroli di kota pesisir itu melepaskan tembakan ke kendaraannya.
Seorang wartawan lain Malaysia cedera dalam penembakan tersebut. "Dewan Penyelidik menetapkan bahwa empat prajurit terlibat dalam penembakan itu... dan merekomendasikan agar keempat prajurit dari kontingen Burundi itu diadili sesuai dengan proses peradilan dan militer di negara mereka," kata pasukan penjaga perdamaian AMISOM dalam sebuah pernyataan.
Keempat prajurit itu telah diberhentikan dari tugas mereka, kata pernyataan itu. Pasukan AMISOM yang berkekuatan 9.000 orang adalah kekuatan utama yang mencegah gerilyawan Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida untuk menumbangkan pemerintah Somalia dukungan PBB.
Al-Shabaab menarik diri dari Mogadishu bulan lalu namun memperingatkan, mereka akan melancarkan serangan-serangan gerilya ke kota pesisir itu seperti pemboman mobil bunuh diri dan serangan pembunuhan.
Somalia kini dilanda kelaparan parah akibat kekeringan terburuk yang terjadi negara itu, dan PBB telah mengumumkan Mogadishu dan empat wilayah Somalia selatan sebagai zona kelaparan serta memperingatkan bahwa kelaparan bisa meluas ke seluruh penjuru negara itu.
Kondisi itu diperumit oleh bentrokan-bentrokan yang terus terjadi antara pasukan Somalia serta Uni Afrika sekutunya dan gerilyawan Al-Shabaab.
Bentrokan-bentrokan itu berlangsung ketika badan-badan bantuan internasional berusaha mencari cara untuk menyerahkan bantuan makanan kepada penduduk yang tinggal di kawasan yang dilanda kelaparan, khususnya daerah-daerah Somalia selatan yang dikuasai kelompok Al-Shabaab yang terkait dengan Al-Qaida.
Badan-badan bantuan menarik diri dari Somalia selatan pada awal 2010 setelah ancaman terhadap staf mereka dan aturan semakin keras yang diberlakukan terhadap aktivitas mereka oleh Al-Shabaab, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teror oleh Washington.
Militan pada Juli mengatakan, kelompok bantuan asing bisa kembali lagi ke wilayah itu, namun seorang juru bicara Al-Shabaab mengatakan kemudian bahwa larangan operasi terhadap mereka masih tetap diberlakukan.
Al-Shabaab mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu. Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah negara itu.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.
No comments:
Post a Comment