Wednesday, July 13, 2011

Desa Sukaresik Sidamulih Pangandaran menuntut Hak?

PANGANDARAN - Kepala  Desa Sukaresik  Kecamatan Sidamulih M Ahdi Mulyadi, menuntut status tanah objek wisata Karang Tirta dikembalikan ke semula sebagai tanah pengangonan kas desa. Kini, tanah seluas 20 ha itu telah dimiliki perorangan.
Kepada Radar, M Ahdi menjelaskan, dirinya sedang berupaya melakukan perubahan status tanah yang nantinya akan dibangun kembali potensi wisata yang telah terbengkalai. “Apalagi, Desa Sukaresik menjadi Desa Wisata beserta Desa Cikambulan,” ujarnya.
Ahdi menjelaskan, status kepemilikan tanah yang dulu dikenal Blok Cibakuku itu, awal berpindah tangan dari permohonan sekumpulan masyarakat untuk memiliki tanah. Pada akhirnya, sekitar 18 tahun silam, dilakukan redistribusi tanah seluas sekitar 20 ha melalui permohonan hak milik terhadap tanah negara bebas. 
Ia membeberkan, permohonan hak milik tanah diajukan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Jawa Barat. Melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ciamis, sebut dia, keinginan itu akhirnya mendapatkan persetujuan. 
Tetapi, sebut Ahdi, akhir-akhir ini, tanggal 24 September 1998, warga Desa Sukaresik membentuk tim dan mengajukan tuntutan kepada Pemkab dan DPRD Ciamis. Tim tersebut menyampaikan bahwa tanah yang diredistribusikan  adalah tanah kekayaan desa. Tanah tersebut, kata dia, berupa tanah pengangonan berdasarkan peta topografi. “Pada saat itu, tim reformasi memohon agar satatus tanah dikembalikan seperti semula (tanah pengangonan milik desa, red),” ungkapnya.
Setelah dibentuk tim reformasi, beberapa kali diadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Termasuk peninjauan lokasi untuk mengumpulkan data dan informasi dari masyarakat oleh  Komisi A DPRD Tingkat II Ciamis didampingi BPN.
“Mereka menyimpulkan tanah tersebut milik desa dan dilarang dilepaskan haknya baik pembebasan hak oleh pihak lain. Kalupun bisa, harus ada izin tertulis dari gubernur,” ungkapnya. 
Untuk menggembalikan status tanah tersebut, Ahdi mengaku akan melakukan upaya hukum. “Alternatif lain bisa melalui permohonan kepala desa terkait, BPN, membatalkan sertifikat secara langsung tanpa melalui Pengadilan Tata Usaha Negara,” pungkasnya. (riz)

No comments:

Post a Comment